Semangat Dalang Perempuan di Yogyakarta Lestarikan Budaya Wayang

Penulis Cokro Jogja - Jasa Pembuatan Website Bisnis 63 Views

Semangat Dalang Perempuan di Yogyakarta Lestarikan Budaya Wayang

Jogja.News, Yogyakarta – Rizki Rahma Nurwahyuni, perempuan 29 tahun tersebut sehari-hari berprofesi sebagai pegawai Pemkot Yogyakarta.

Namun, di luar aktivitasnya itu, Rizki mempunyai kesibukan lain yang tidak kalah menarik.

Ya, dirinya menekuni jalur kesenian sebagai dalang dalam kurun 10 tahun terakhir.

Jasa Pembuatan Website Jogja
Jasa Website Jogja

Terbilang unik untuk kaum hawa, mengingat profesi dalang selama ini didominasi lelaki.

Tapi, jika diturut lebih jauh, darah seni memang mengalir deras di nadinya.

Rizki pun mengisahkan, dunia seni sangat lekat di keluarga besarnya.

Jasa Backdrop Jogja
Jasa Backdrop Jogja

Kakeknya adalah seorang seniman ketoprak, kemudian ayahnya yang berprofesi sebagai guru, juga menekuni kesenian dalang.

“Makanya, dari kecil sudah familiar dengan suara-suara gamelan, suara wayang, terus pertunjukan ketoprak,” katanya, (21/4/2025).

Keseriusannya terjun ke dunia perdalangan sudah muncul sejak duduk di kelas III SD, sekira tahun 2004.

Kala itu, dirinya ambil bagian dalam lomba dalang anak se-Kabupaten Bantul.

Setelahnya, antusiasme untuk mendalang terus bertumbuh.

Jasa Pembuatan Website Jogja
Jasa Website Jogja

Dari sekadar hobi, Rizki mulai percaya diri tampil sebagai dalang pembuka dalam pementasan yang digawangi oleh ayahnya.

“Jadi, kalau wayangan di desa-desa, sebelum sambutan-sambutan itu, biasanya kan ada rangkaian pra-acara, nah saya dan kakak pentas di pra-acaranya itu,” ucapnya.

Terdapat tiga lakon yang biasa ia bawakan setiap pentas. Meliputi, Wahyu Cakraningrat, Anoman Duta atau Senggana Duta dan Wahyu Purbo Sejati.

Namun, berbeda dengan dalang pada umumnya, terutama kaum Adam, yang bisa pentas hingga 7 jam non stop.

Ia selama ini baru bisa melakoni pementasan dengan durasi 2 jam saja.

Selain problem stamina, Rizki mengungkapkan, faktor bahasa dalang masih jadi kendalanya.

Baca Juga:  Pemerintah Kota Siap Akan Bagikan Satu Gerobak Sampah Tiap RW

Sebab, ia kini masih berpegang pada sistem hafalan.

Menurutnya, untuk melakukan improvisasi, dirinya merasa belum sepenuhnya berani.

Alhasil, daripada harus memaksakan, pentas 2 jam pun jadi pilihan.

“Kalau Bapak, misalnya, itu sudah di tahap bisa improve. Jadi, yang penting tahu jalan ceritanya, mau dibuat seperti apa, nanti menyesuaikan,” ucapnya.

Bagaimanapun, menjadi seorang dalang perempuan memberikan banyak pelajaran baginya. Sambutan publik pecinta pewayangan pun dilihatnya sangat positif.

Bahkan, tidak sedikit warga yang semakin antusias begitu mengetahui wayangan bakal didalangi sosok wanita.

Bukan tanpa alasan, ada kekhasan tersendiri yang berbeda dari dalang pria.

“Walaupun nggak sebagus dalang cowok, karena dari segi stamina, terus gerakan menggerakan wayangnya itu beda, keprakan, cek cek cek yang kedengeran, juga beda,” cetusnya.

Kini, seiring berjalannya waktu, keaktifannya sebagai dalang masih dipertahankan.

Meski, untuk pentas wayang berskala besar cenderung sudah minim.

Beberapa tanggapan dalang yang masih cukup marak lebih pada projek workshop dan edukasi.

Khususnya, menyasar anak-anak muda, atau warga dari luar Yogyakarta yang ingin belajar budaya Jawa.

“Memang wayangan belum ramai lagi, belum normal seperti sebelum (pandemi) Covid-19. Atau, mungkin zamannya juga sudah bergeser,” ujarnya.

Oleh sebab itu, meski menggeluti dunia dalang dengan penuh keseriusan, Rizki pun urung 100 persen fokus pada dunia kesenian tradisional tersebut.

Terlebih, dengan statusnya sebagai pegawai di pemerintahan, ia berpotensi susah untuk membagi waktu antara urusan kantor dan perdalangan.

“Sejauh ini masih hobi saja sih, belum yang mau, oh, pengen fokus untuk jadi dalang perempuan, gitu, belum. Jadi, yang penting ikut melestarikan budaya,” tandasnya.

Bagikan
Tinggalkan ulasan

Tinggalkan ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *